Jumat, 25 Mei 2018

ALUR PROSES PEMOTONGAN AYAM DI RPH


ALUR PROSES PEMOTONGAN AYAM DI RPH



Description: 2015-09-09-14-46-17-920554254.jpeg

 



DISUSUN OLEH:

NANDA RIZAL SOFIRULLOH    (361541333019)

ANGGI GUNAWAN  (361541333022)




TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK

POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI

2017





Alur proses  Pemotongan Ayam
Teknik pemotongan ayam ada dua yaitu teknik pemotongan secara langsung (tradisional) dan secara tidak langsung.  Pemotongan secara langsung (tradisional) dilakukan setelah ayam dinyatakan sehat.  Ayam disembelih pada bagian letter dengan memotong 3 saluran yaitu arteri karotis, vena jugularis dan esofagus.  Pemotongan ayam secara tidak langsung dilakukan melalui proses pemingsanan dan setelah ayam benar-benar pingsan ban dipotong (Soeparno, 1994).  Teknik pemotongan ayam yang baik adalah pemotongan secara tidak langsung karena dengan pemingsanan akan didapatkan kualitas kulit dan karkas lebih baik dibandingkan dengan pemotongan secara langsung (Abubakar, 2003).
Pemotongan ayam yang dilakukan secara halal dan baik (halalan thayyiban) serta memenuhi persyaratan higiene sanitasi akan menghasilkan karkas utuh atau karkas potongan yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).  Proses pemotongan ayam meliputi penerapan kesejahteraan hewan sebelum pemotongan, pemeriksaan antemortem, penyembelihan ayam, pemeriksaan postmortem, penyelesaian penyembelihan dan karkas/daging ayam (Ditjennak, 2010).

A.    Persiapan pemotongan ayam
Penerapan kesejahteraan hewan sebelum pemotongan meliputi proses penangkapan ayam hidup di kandang, pengiriman ayam dari peternakan ke RPA, dan penanganan ayam di RPA (Ditjennak, 2010).  Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ayam adalah ayam harus sehat, tidak dalam keadaan lelah, tidak produktif atau bukan bibit (Abubakar, 2003).
Ayam diistirahatkan selama 1 jam sebelum dipotong tergantung iklim, jarak antara asal ayam dengan rumah potong dan jenis transportasi. Pengistirahatan dimaksudkan agar ayam tidak stres, darah dapat keluar sebanyak mungkin saat dipotong, dan cukup energi sehingga proses rigor mortis berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1994).  Pengistirahatan ayam sebelum disembelih ada dua cam yaitu dengan dipuasakan dan tanpa dipuasakan.  Tujuan dipuasakan adalah untuk memperoleh bobot tubuh kosong dan mempermudah proses penyembelihan khususnya ayam liar (Abubakar, 2003).  Kondisi stres pada ayam mengakibatkan adanya perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga pH daging turun menjadi 5-6 dan hal ini memberikan peluang bagi bakteri dan mikroorganisme lain tumbuh subur yang dapat merusak daging (Abubakar, 2009).
Pemeriksaan antemortem dilakukan dengan mengamati (melihat/inspeksi) ayam yang ada dalam keranjang secara kelompok atau dapat dilakukan secara acak dengan mengamati secara individu (Ditjennak, 2010).  Pengawasan  kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan antemortem dan postmortem di rumah pemotongan unggas dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang, setiap rumah pemotongan unggas harus mempunyai tenaga dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap terpenuhinya syarat-syarat dan prosedur pemotongan unggas, penanganan daging serta sanitasi dan higiene, dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter hewan dapat ditunjuk seorang yang memiliki pengetahuan di dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bekerja di bawah pengawasan dokter hewan (SNI, 1999).

B.     Proses pemotongan ayam

Pemingsanan (stunning).
Pemingsanan merupakan tahap awal dalam teknik pemotongan ayam.  Pemingsanan bertujuan untuk memudahkan penyembelihan supaya ayam tidak tersiksa dan terhindar dari risiko perlakuan kasar sehingga kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik (Abubakar, 2003).  Pemingsanan dapat dilakukan beberapa cam yaitu menggunakan alat pemingsan atau knocker, dengan senjata pemingsan atau stunning gun, dengan pembiusan, serta dengan menggunakan arus listrik (Soeparno, 1994).

Penyembelihan halal.
Penyembelihan hanya dilakukan sekali sayat untuk memotong ketiga saluran yaitu saluran pernafasan (trakhea/hulqum), saluran makan (esofagusfmarik) dan dua urat lehernya (pembuluh darah di kanan dan kiri leher/wadajain) (Ditjennak, 2010).  Pengeluaran darah harus cepat dan keluar sebanyak mungkin, oleh karena itu saat dan setelah penyembelihan ayam harus digantung, sebab di samping arteri dan vena yang terpotong merupakan pintu saluran kontaminasi bakteri untuk masuk dalam tubuh ayam dan darah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Abubakar et al, 2000; Syamsul, 2007).  Darah yang keluar sempurna akan menyebabkan bobot darah sekitar 4% dari bobot darah.  Proses pengeluaran darah pada ayam biasanya selama 50-120 detik, tergantung pada besar kecilnya ayam yang dipotong (Soeparno, 1994).
C.    Pasca pemotongan ayam

Pencelupan air panas (scalding).
Ayam dicelupkan ke dalam air panas setelah ayam disembelih bertujuan untuk mempermudah pencabutan bulu.  Lama pencelupan dan suhu air pencelup tergantung pada kondisi ayam.  Perendaman dalam air hangat 50-54°C selama 30-45 detik untuk ayam muda dan kalkun, perendaman 55-60°C selama 45-90 detik untuk ayam tua atau 65-80°C selama 5­30 detik, perendaman 50-54°C selama 30 detik untuk broiler.  Perendaman pada temperatur tinggi dui 58°C dapat menyebabkan kulit menjadi gelap dan mudah terserang bakteri (Soeparno, 1994).  Menurut Hadiwiyoto (1992) bahwa proses pencelupan dalam air hangat, tergantung pada umur dan kondisi unggas.

Pencabutan bulu (defeathering).
Pencabutan bulu kasar sampai halus dapat menggunakan tangan (manual), dicabut dengan tangan dan dapat disempurnakan dengan proses pining yaitu pencabutan bulu jarum kecil/pin dengan menggunakan pinset (Soeparno, 1994).  Menurut Ditjennak (2010) bahwa pencabutan bulu dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam yaitu dengan menggunakan mesin (plucker) dan secara manual menggunakan tangan.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah mesin plucker harus terjaga kebersihannya.  Jari-jari karet plucker harus diganti secara berkala, dan segera mengganti ketika jari-jari karet ada yang patah.  Pencucian dan disinfeksi terhadap mesin juga harus rutin dilakukan setelah proses pemotongan selesai karena sifat bulu ayam yang kotor, sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran dapat dihindari (Ditjennak, 2010).

Pengeluaran organ dalam (evisceration).
Pengeluaran organ dalam dilakukan setelah pencabutan bulu.  Dimulai dari pemisahan tembolok dan trakhea serta kelenjar minyak di bagian ekor.  Selanjutnya, rongga badan dibuka dengan membuat irisan dari kloaka ke arah tulang dada.  Kloaka dan visera atau organ dalam dikeluarkan, kemudian dilakukan pemisahan organ dalam, yaitu hati dan empedu, rempela dan jantung (Soeparno, 1994).  Isi rempela dikeluarkan, empedu dipisahkan dari hati dan dibuang.  Paru-paru, ginjal, testis (pada jantan) atau ovarium (pada betina) dapat dipisahkan dari bawah column vertebralis.  Kepala, leher dan kaki juga dipisahkan (Hadiwiyoto, 1992).

Penyiapan karkas.
Menurut Ensminger (1998), persentase bagian yang dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah hati/jantung 1,50%, rempela 1,50%, paru-paru 0,90%, usus 8%, leher/kepala 5,60%, darah 3,50%, kaki 3,90%, bulu 6%, karkas 60,10%, serta air 9%.  Bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu, kaki, leher/kepala, organ dalam, ekor (kelenjar minyak) yaitu sekitar 75% dari bobot hidup ayam.

Pemotongan karkas (castling).
Tahap terakhir adalah pemotongan karkas, pencucian dan pencemaran karkas.  Pencucian karkas menggunakan air suhu 5-10°C dengan kadar klorin 0,5-1 ppm, hal ini untuk menghindari dan menekan pertumbuhan bakteri, sehingga mutu dan keamanan karkas ayam tetap terjaga (Abubakar, 2003).  Menurut Hadiwiyoto (1992) bahwa pemotongan bagian-bagian karkas (paha atas, paha bawah, dada, punggung, sayap, fillet). Setelah pengelompokan ukuran (penimbangan), karkas di cuci bersih dengan air mengalir agar kotoran yang menempel hilang.
2.2.3.6. Pengemasan dan pelabelan produk (packaging and labeling).     Pengemasan bertujuan untuk melindungi karkas terhadap kerusakan yang terlalu cepat, baik kerusakan fisik, perubahan kimiawi, maupun kontaminasi mikroorganisme serta untuk menampilkan produk dengan cara yang menarik (Abubakar, 2009).  Soeparno (1992) menambahkan untuk produk yang dijual segar packing dengan stereform dan plastik.

Pendinginan dan penyimpanan produk.
Teknik pendinginan karkas ayam yang baik menggunakan ruang dengan temperatur 4-5°C dengan waktu pendinginan yang dibutuhkan 15-20 menit dan dalam waktu tidak lebih dari 8 jam setelah penyembelihan sehingga kondisi fisik, kimia dan mikrobiologi karkas ayam tetap baik (Abubakar dan Triyantini, 2005).  Penyimpanan beku bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi karkas dari berbagai kontaminan berbahaya, mutu fisik dapat dipertahankan, mutu gizinya tetap baik dan dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga dapat memperpanjang daya simpan 1-3 bulan (Abubakar et at, 1995).  Suhu maksimum di dalam ruang penyimpanan beku adalah -20°C (SNI, 1999).
Produk karkas yang baik harus memenuhi standar. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan cukup, keutuhan sempurna, serta bebas dari memar dan bulu jarum.  Kualitas karkas mutu II yaitu boleh ada cacat sedikit tetapi tidak ada pada bagian dada dan paha, perdagingan sedang, perlemakan cukup, tulang sempurna, kulit boleh sobek sedikit, tetapi tidak pada bagian dada, memar sedikit tetapi tidak pada bagian dada dan tidak frozen burn serta boleh ada bulu jarum sedikit yang menyebar, tetapi tidak pada bagian dada.  Karkas mutu III yaitu konformasi boleh cacat sedikit, perdagingan tipis, perlemakan tipis, tulang dan ujung sayap boleh patah, kulit boleh sobek, tetapi tidak lebar, memar sedikit, bulu jarum sedikit.

Kaidah Yang Ditetapkan Oleh Pemerintah
Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam hal ini Departemen Pertanian. Penetapan aturan maupun teknis pelaksanaan pemotongan di RPH dimaksudkan sebagai upaya penyediaan pangan asal hewan khususnya daging ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).

            Untuk mendapatkan daging ASUH yang bersumber dari RPH maka sudah seharusnya RPH memiliki prosedur operasional standar yang dijadikan dasar atau patokan dalam menyelenggarakan fungsi RPH sebagai tempat pemotongan, pengulitan, pelayuan dan akhirnya penyediaan daging untuk konsumen.
Prosedur operasional standar yang ditetapkan oleh Dirjen Peternakan Departemen Pertanian adalah sebagai berikut:

A. Tahap Penerimaan dan Penampungan Hewan, prosedur operasional meliputi:
  1. Hewan ternak yang baru datang di RPH harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat hewan stress.
  2. Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat keterangan asal hewan, surat karantina, dsb).
  3. Hewan ternak harus diistirahatkan terlebih dahulu di kandang penempungan minimal 12 jam sebelum dipotong.
  4. Hewan ternak harus dipuasakan tetapi tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dipotong.
  5. Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem).
B. Tahap Pemeriksaan Antemortem:
  1. Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (Surat Keputusan Bupati/Walikota/Kepala Dinas).
  2. Hewan ternak yang dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
  3. Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.


C. Persiapan Penyembelihan/Pemotongan, prosedur operasionalnya:
  1. Ruang proses produksi dan peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses penyembelihan/pemotongan.
  2. Hewan ternak harus ditimbang sebelum dipotong.
  3. Hewan ternak harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot air) sebelum memasuki ruang pemotongan.
  4. Hewan ternak digiring dari kandang penampungan ke ruang pemotongan melalui gang way dengan cara yang wajar dan tidak membuat stress.



D.    Penyembelihan:
  1. Hewan ternak dapat dipingsankan atau tidak dipingsankan.
  2. Apabila dilakukan pemingsaan, maka tata cara pemingsanan harus mengikuti Fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan hewan yang diperbolehkan.
  3. Apabila tidak dilakukan pemingsanan, maka tata cara menjatuhkan hewan harus dapat meminimalkan rasa sakit dan stress (missal menggunakan re-straining box).
  4. Apabila hewan ternak telah rebah dan telah diikat (aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran makan, nafas dan pembuluh darah sekaligus.
  5. Proses selanjutnya dilakukan setelah hewan ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna.
  6. Setelah hewan ternak tidak bergerak lagi, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan, kemudian kepala digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
  7. Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikait dan dikerek (hoisted), sehingga bagian leher ada di bawah, agar pengeluaran darah benar-benar sempurna dan siap untuk proses selanjutnya.
  8. Untuk RPH yang tidak memiliki fasilitas hoist, setelah hewan benar-benar tidak bergerak, hewan dipindahkan ke atas keranda/penyangga karkas (cradle) dan siap untuk proses selanjutnya.
E. Tahap Pengulitan:
  1. Sebelum proses pengulitan, harus dilakukan pengikatan pada saluran makan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari karkas.
  2. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut.
  3. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki.
  4. Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung.
  5. Pengulitan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging.
F. Pengeluaran Jeroan:
  1. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada.
  2. Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak robek.
  3. Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokan, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus).
G. Tahap Pemeriksaan Postmortem:
  1. Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan.
  2. Pemeriksaan postmortem dilakukan terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas.
  3. Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
  4. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
H. Pembelahan Karkas, dengan tahapan:
  1. Karkas dibelah dua sepanjang tulang belakang dengan kampak yang tajam atau mesin yang disebut automatic cattle splitter.
  2. Karkas dapat dibelah dua/empat sesuai kebutuhan.
I. Pelayuan:
  1. Karkas yang telah dipotong/dibelah disimpan diruang yang sejuk (<10>
  2. Karkas selanjutnya siap diangkut ke pasar.


J. Pengangkutan Karkas:
  1. Karkas/daging harus diangkut dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar.
  2. Jeroan dan hasil sampingannya diangkut dengan wadah dan atau alat angkut yang terpisah dengan alat angkut karkas/daging.
  3. Karkas/daging dan jeroan harus disimpan dalam wadah/kemasan sebelum disimpan dalam boks alat angkut.
  4. Untuk menjaga kualitas daging dianjurkan alat angkut karkas/daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator).
















DAFTAR PUSTAKA

Abubakar dan Triyantini. 2005. Penerapan teknologi pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah hasil ternak mendukung pengembangan usaha ternak di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Yogyakarta, 2 Juni. Kerjasama Fapet UGM dan Puslitbang Peternakan: 248-250.
Abubakar, Triyantini, dan H. Setiyanto. 1995. Pengaruh suhu dan jenis kemasan plastik terhadap mutu karkas ayam selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Abubakar, Triyantini, H. Setiyanyo, Supriyati, Sugiarto dan M. Wahyudi. 2000, Survey Potensi Ketersediaan Bulu Ayam, Cam Pengolahan dan Pemotongan Ternak Ayam di RPA. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak: 30-33.
Abubakar. 2003. Mutu karkas ayam hasil pemotongan tradisional dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (1): 13-39.
Abubakar. 2009. Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Karkas Ayam Melalui Inovasi Teknoiogi Pascapanen dalam Menunjang Peluang Pasar. Orasi Pengukuhan Peneliti Utama Sebagai Profesor Riset Bidang Teknologi Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3924-1995 Karkas Ayam Pedaging. Departemen Pertanian, Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional. 1999. SNI 01-6160-1999 Rumah Pemotongan Unggas. Departemen Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Pedoman Produksi dan Penanganan Daging Ayam yang Higienis. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Ensminger. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher, Denvile.

2 komentar: