MATA KULIAH DASAR – DASAR MANAJEMEN
Analisis Kasus Sumber Daya Manusia Pada PT. NIKE, Inc di Indonesia
(Upah, Jam Kerja, Usia Pegawai, Uang Lembur, dan
Pesangon)
Oleh:
1. NANDA RIZAL. S (361541333019)
2. RATNA SARI (361541333023)
3. SITI ROBIAH (361541333 024)
Dosen:
Sari wiji Utami, S.P,MM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL
TERNAK
POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang telah
memberikan hikmat dan kemampuan kepada penyusun dalam menyelesaikan sebuah
Paper dalam mata pelajaran Dasar Manajemen, bahan pengajian ini kami kumpulkan
dari berbagai materi,yang sengaja kami susun untuk membantu para pembaca dalam
mencapai kompetensi.
Bahan makalah ini tidak hanya diambil dari suatu sumber saja, melainkan
dari beberapa sumber buku yang dipadu secara teliti oleh penyusun
sehingga dapat lebih mudah pahami oleh kalangan para pembaca.
Dengan bahan makalah ini, pernyusun juga berharap agar dapat bermanfaat bagi
peserta didik, sekalian dalam memahami mempelajari Dasar Manajemen dalam suatu
perusahaan, dan juga diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman pembelajaran.
Dalam pembuatan makalah ini kami gunakan bahasa sederhana yang dapat dengan
mudah dimengerti oleh para kalangan pembaca dan pada kesempatan ini perkenankan
penulis menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada seluruh kawan kelompok
yang telah diberikan suatu masukan secara saksama dalam menyusun suatu makalah
ini,semoga Allah berkenan mencurahkan rahmat dan Hidayah-Nya kepada akami
semua,dan kami berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan tentang Dasar
Manajemen kepada para pembaca segala saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini, akan kami terimah dengan senang hati,karena setiap
penyempurnaan tidak luput dari kesalahan dan kehilafan.terima kasih.
Banyuwangi, 2
Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................
ii
Daftar isi....................................................................................................................
iii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................
2
BAB II. LANDASAN
TEORI.................................................................................
3
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia.....................................................................
3
2.2 Profil Perusahaan Nike, Inc.................................................................................
5
BAB III. PEMBAHASAN.......................................................................................
10
3.1 Penjabaran Kasus.................................................................................................
10
3.2 Pembahasan.........................................................................................................
13
3.3 Manajemen Sumber Daya Manusia.....................................................................
17
BAB IV. PENUTUP................................................................................................. 19
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 19
4.2 Saran.................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Upah merupakan persoalan mendasar dalam urusan
ketenagakerjaan dan hubungan industrial di Indonesia. Berbagai aksi industrial
dan demonstrasi buruh dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan buruh atas upah yang
mereka dapatkan. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat
tinggi, sehingga menarik bagi para penanam modal asing untuk menginvestasikan
dana mereka di Indonesia. Hal ini mereka lakukan semata-mata demi mendapatkan
biaya produksi yang lebih rendah. Ternyata keinginan penanam modal asing
tersebut disambut dan difasilitasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia.
Pemerintah menetapkan kebijakan upah rendah sebagai daya tarik, sekaligus
sebagai cara untuk memenangkan persaingan dengan sesama negara berkembang
lainnya di Asia Pasifik.
Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan upah rendah
ternyata dilandasi oleh pemikiran obyektif bahwa memang kualitas tenaga kerja
di Indonesia rendah. Jumlah angkatan kerja yang masih menganggur sangat tinggi,
sehingga membuat pemerintah sengaja memberlakukan upah rendah untuk menahan
pembengkakan angka pengangguran. Pemerintah berharap angkatan kerja harus
bekerja meskipun upah yang diterima rendah.
Nike adalah salah satu perusahaan asal Amerika Serikat
yang memproduksi sepatu, pakaian, dan alat-alat olahraga. Nike mensponsori
beberapa olahragawan terkenal dunia, sehingga Nike menjadi pemain besar dalam
industri tersebut. Nike telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan
hampir sepertiga sepatu yang ada sekarang menrupakan produk dari sana. Tony
Band, selaku koordinator perusahaan Nike di Indonesia, mengatakan perusahaan
yang digunakan di Indonesia berjumlah 11 kontraktor. Beberapa diantaranya
merupakan bekas-bekas basis perusahaan asosiasi Nike di Korea Selatan dan
Taiwan. Hubungan antara Nike dan kontraktor di Indonesia cukup dekat. Setiap
personel Nike di setiap pabrik di Indonesia memeriksa kualitas dan pengerjaan
yang memenuhi persyaratan ketat Nike. Semua pekerja produksi berasal dari
Indonesia, terutama wanita muda dalam kelompok usia 16-22 tahun, dan biasanya
berasal dari Pulau Jawa (Anonim, 2011). Nike bukan hanya terkenal sebagai perusahaan penghasil
peralatan olahraga, namun juga terkenal sebagai perusahaan yang sering
memperkerjakan anak-anak di bawah umur. Pada standar penerimaan pegawai, Nike
Internasional sebenarnya memiliki peraturan ketat tentang perekrutan pegawai,
termasuk umur minimal yang harus dipenuhi oleh pegawai. Ternyata hal ini tidak
diimplementasikan dengan baik oleh kontraktor-kontraktor Nike di Indonesia.
Aturan lengkap tentang pekerja juga telah dirumuskan oleh Nike Internasional,
dan sudah dipikirkan sedemikian rupa agar tidak memberatkan salah satu pihak.
Kasus Nike di Indonesia ternyata didasari oleh
pelanggaran yang berkaitan dengan kaum buruh. Nike telah mereduksi kekuatan
kaum buruh sehingga kaum buruh amat rentan kehilangan pekerjaan mereka. Pabrik
membuat aneka alasan yang dapat membuat buruh merasa akan digeser ke industri
lain namun dengan upah yang lebih rendah. Buruh juga mudah kehilangan
hak-haknya seperti dalam masalah pesangon, dalam hal berserikat denngan pekerja
lain, dan terutama tentang upah dan jam kerja. Buruh juga sering mengalami
kekerasan baik fisik maupun psikis. Berbagai upaya damai sudah dilakukan oleh
pihak buruh kepada perusahaan, namun bukannya ditanggapi dengan baik, buruh
diancam dipecat tanpa uang pesangon. Akhirnya buruh melakukan demonstrasi masal
bersama industri-industri lain yang juga masih diketuai oleh Nike. Protes yang
terus terjadi dari pertengahan tahun 2007 lalu, baru ditanggapi Januari 2012
ini.
1.2.Tujuan
Kasus Nike di Indonesia, sudah seharusnya menjadi
pembelajaran nyata bagi seluruh perusahaan asing di Indonesia. Paper ini
mencoba untuk:
1.
Menganalisis
alasan terjadinya kasus Nike di Indonesia.
2.
Mengaitkan kasus
Nike dengan kebijakan upah tenaga kerja yang dirumuskan oleh pemerintah.
3.
Merumuskan secara
sederhana manajemen organisasi dan sumber daya manusia yang seharusnya
diterapkan di perusahaan dengan penanaman modal asing.
BAB II
LANDASAN TEORI II
2.1.
Manajemen Sumber Daya Manusi
Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya
pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan
oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerja individu dimotivasi
oleh keinginan untuk mencapai kepuasan masing-masing. Perencanaan sumber daya
manusia (SDM) harus mempunyai tujuan yang didasari oleh kepentingan individu,
organisasi, dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah
menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang,
dan menghindari kesimpangsiuran tugas serta kegagalan pelaksanaan tugas.
Perencanaan SDM ini terkait dengan rencana organisasi
untuk mencapai tujuan bersama. Perencanaan organisasi sendiri mencakup
aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengadakan kegiatan yang positif bagi
perkembangan organisasi. Perencanaan SDM dan juga organisasi sangat dipengaruhi
oleh:
1. Tingkat produksi perusahaan
2. Perubahan teknologi, terutama dalam
bidang produksi.
3. Kondisi penerimaan dan penawaran pasar.
4. Perencanaan karir untuk setiap SDM di dalam
organisasi.
Ketika organisasi sudah mengetahui faktor-faktor di
atas dengan baik, maka organisasi dapat merumuskan tujuan mereka, dan
merencakanan pengelolaan SDM yang akan dipakai.
Terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan SDM,
yaitu:
1. Standar kemampuan SDM; Standar
kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi hanya berdasarkan
ramalan-ramalan (prediksi) saja yang bersifat subjektif. Hal ini menjadi
kendala yang serius untuk proses perencanaan sumber daya manusia, yaitu dalam
penghitungan potensi SDM secara pasti.
2. Manusia (SDM) adalah makhluk hidup; Manusia sebagai
makhluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin, oleh karena itu
sulit memperhitungkan dengan pasti dalam sebuah rencana. Terkadang banyak SDM
yang mampu menjalankan tugas, namun dengan sengaja malas mengeluarkan
kemampuannya.
3. Situasi SDM; Tenaga kerja yang berhasil
direkrut oleh perusahaan biasanya tidak memenuhi seluruh kebutuhan SDM
perusahaan dengan baik. Jumlah, mutu, dan penyebaran SDM dalam perusahaan yang
tidak merata juga merupakan kendala bagi jalannya manajemen SDM.
4. Kebijakan pemerintah; Kebijakan perburuhan
pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, warga negara asing (WNA), pajak,
dan berbagai aturan lain, merupakan tantangan tersendiri bagi manajemen SDM
untuk membuat rencana yang baik dan tepat.
Sebuah perusahaan membutuhkan SDM karena perusahaan
harus menjalankan aktivitas bisnis mereka. Ada tiga faktor permintaan SDM:
1. Faktor
internal; kondisi persiapan dan
kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis
pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya di masa depan.
Faktor internal adalah alasan permintaan SDM yang bersumber dari kebutuhan dan
kekurangan SDM di dalam organisasi, sehingga dibutuhkan penambahan pegawai.
Alasan tersebut terdiri dari:
a. Rencana operasional dan strategik
b. Prediksi produksi dan penjualan
c. Pembiayaan (cost) SDM
d. Pengembangan bisnis baru
e. Desain organisasi dan desain pekerjaan
f. Keterbukaan dan keikutsertaan manajer
2. Faktor
eksternal; kondisi lingkungan bisnis
yang berada di luar kendali perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategis
dan rencana operasional, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada
perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut, pada dasarnya dapat dikategorikan
sebagai sebab atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi.
Sebab-sebab tersebut terdiri dari:
a. Ekonomi nasional dan internasional
(global)
b. Sosial, politik, dan hukum
c. Teknologi
d. Pasar tenaga kerja dan pesaing
3. Faktor
ketenagakerjaan; kondisi tenaga kerja
yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya di masa depan yang
berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui
dari hasil audit SDM dan sistem informasi SDM sebagai bagian dari sistem
informasi manajemen (SIM). Beberapa dari faktor tersebut adalah:
a. Jumlah, waktu, dan kualifikasi SDM yang
pensiun
b. Prediksi jumlah karyawan yang keluar
atau di PHK
c. Prediksi tenaga kerja yang akan sakit atau
meninggal
Penjabaran di atas memperlihatkan bahwa peranan sumber
daya manusia (SDM) dalam organisasi atau perusahaan sangat penting. Tidak semua
perencanaan bisa berjalan dengan baik karena pengukuran kinerja SDM tidak dapat
dilakukan dengan akurat dan pasti waktunya. Manajemen SDM di perusahaan juga
sangat terkait pada biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan,
terutama untuk gaji pegawai. Kemampuan pembayaran gaji juga dikaitkan dengan
jumlah produksi perusahaan dan tingkat penjualan mereka. Permintaan SDM ke
pasar tenaga kerja juga dilandasi oleh kemampuan perusahaan untuk membayar SDM
(Parwiyanto, 2010).
2.2. Profil
Perusahaan NIKE
Nike. Inc merupakan perusahaan multinasional terkemuka
yang menghasilkan produk sepatu dan perlengkapan olah raga ternama di dunia.
Perusahaan ini menyerahkan semua pengerjaan produksinya ke pihak ketiga
termasuk Indonesia.
Pada tahun 1970an Nike memusatkan produksinya di
Jepang karena upah buruh di Jepang lebih murah dibanding di Amerika Serikat.
Selanjutnya pada tahun 1982, sebagian besar produk Nike dihasilkan di Korea dan
Taiwan. Namun, karena upah buruh di kedua negara tersebut kian mahal, Nike
merelokasi perusahaannya ke Indonesia, Cina, dan Vietnam.
Produk sepatu dan pakaian olahraga Nike dengan mudah
diidentifikasi oleh khas logo perusahaan, para "swoosh" tik, dan
slogan "Just Do It". Berbasis dari nama dewi Yunani yang berarti
kemenangan, Nike didirikan tahun 1964 ketika atlet sekaligus pengusaha Oregon
bernama Phillip Knight, mengagas impor sepatu lari dari Jepang untuk bersaing
dengan merek Jerman seperti Adidas dan Puma yang kemudian mendominasi pasar
Amerika Serikat. Keuntungannya adalah bahwa sepatu Jepang lebih murah karena
tenaga kerja lebih murah di Jepang.
Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil
dengan manufaktur di AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang,
kemudian di Korea Selatan dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia
Tenggara. Nike memulai produksi di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972,
karena tertarik oleh tenaga kerja murah di sana, dan segera bergabung dengan
perusahaan lain termasuk Adidas dan Reebok. Tapi Nike kemudian memulai langkah
lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik sendiri, mereka dikontrak produksi lokal
di Korea dan Taiwan.
Gambar 1. Logo Nike
Sebagai perusahaan bos Nike Phil Knight mengatakan:
"Tidak ada nilai pasti dalam membuat sesuatu hal. Nilai tersebut akan
ditambahkan oleh penelitian yang cermat, dengan inovasi dan pemasaran"
(Katz 1994). Produk Nike sekarang pada dasarnya mengikuti ide dari seorang
desainer dan pemasar sepatu. Industri lantas dilakukan oleh pemasok Korea dan
Taiwan. Sekali lagi, perusahaan lain mengikuti model ini Pada 1980-an Nike
mencoba membuat produksi di Cina, dalam kemitraan dengan perusahaan milik
negara, tapi hal ini malah mendatangkan bencana. Nike lantas memindahkan
investasinya ke Taiwan. Nike lantas mengambil keuntungan dari ongkos tenaga
kerja yang lebih murah di sana. Pada akhir 1980-an dengan adanya pergolakan
buruh di Korea Selatan, -peningkatan tingkat upah dan hilangnya kontrol dari
tempat kerja oleh otoritas Korea - telah membuat negara tersebut menjadi kurang
menarik bagi investor, baik asing maupun dalam negeri, yang mulai mencari
lokasi lain yang lebih menyenangkan. Nike lantas memindahkan operasi mereka ke
Thailand selatan dan Indonesia, dalam mencari tenaga kerja lebih murah dan
tidak merepotkan. Upah di kedua negara tersebut disebut-sebut sebagai salah
satu yang murah karena hanya memakai seperempat tarif dari yang dibayarkan di
Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang bermarkas di Taiwan juga didirikan
di Asia Tenggara Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada
tahun 1988, baik Korea Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar
AS, yang telah lama mereka nikmati sebagai status "negara berkembang"
di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand, Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari
negara-negara miskin
.
Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike
Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada
tahun 1992, tiga adalah perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina,
tiga lainnya beroperasi di Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah
sebuah perusahaan di Thailand (Anonim, 2011).
Pada awal tahun 1990-an, Produk Nike di hasilkan oleh
enam pabrik yang mempekerjakan 25.000 pekerja. Empat diantaranya milik suplier
Nike Korea. Nike mempunyai standar panduan kebijakan pabrik perusahaan seperti
yang dapat dilihat dalam kutipan berikut:
” The core standards are set forth below.
1. Forced Labor. The contractor does
not use forced labor in any form — prison, indentured, bonded or otherwise.
2. Child Labor. The contractor does not
employ any person below the age of 18 to produce footwear. The contractor does
not employ any person below the age of 16 to produce apparel, accessories or
equipment. If at the time Nike production begins, the contractor employs people
of the legal working age who are at least 15, that employment may continue, but
the contractor will not hire any person going forward who is younger than the
Nike or legal age limit, whichever is higher. To further ensure these age
standards are complied with, the contractor does not use any form of homework
for Nike production.
3. Compensation. The contractor
provides each employee at least the minimum wage, or the prevailing industry
wage, whichever is higher; provides each employee a clear, written accounting
for every pay period; and does not deduct from employee pay for disciplinary infractions.
4. Benefits. The contractor provides
each employee all legally mandated benefits
5. Hours of Work/Overtime. The
contractor complies with legally mandated work hours; uses overtime only when
each employee is fully compensated according to local law; informs each
employee at the time of hiring if mandatory overtime is a condition of
employment; and on a regularly scheduled basis provides one day off in seven,
and requires no more than 60 hours of work per week on a regularly scheduled
basis, or complies with local limits if they are lower.
6. Environment, Safety and Health (ES&H). From
suppliers to factories to distributors and to retailers, Nike considers every
member of our supply chain as partners in our business. As such, we’ve worked
with our Asian partners to achieve specific environmental, health and safety
goals, beginning with a program called MESH (Management of Environment, Safety
and Health).
7. Documentation and Inspection. The contractor
maintains on file all documentation needed to demonstrate compliance with this
Code of Conduct and required laws; agrees to make these documents available for
Nike or its designated monitor; and agrees to submit to inspections with or
without prior notice.”
Pada kutipan di atas daat dilihat dengan pasti bahwa
Nike membuat kesepakatan yang ideal mengenai buruhnya. Nike tidak akan
memperkerjakan buruh di bawah umur, akan memberikan upah yang layak, memberikan
banyak keuntungan bagi buruh, dan memberikan semua hak buruh setiap kali lembur
(Baroroh, 2011).
Peraturan di atas dilengkapi juga dengan panduan
kebijakan Nike, yaitu: Karyawan kontraktor tidak bekerja lebih dari 60 jam per
minggu, atau jam kerja reguler dan lembur yang diperbolehkan oleh undang-undang
di negara produsen, pilih yang paling sedikit. Jam kerja lembur disetujui oleh
kedua belah pihak dan mendapatkan kompensasi dengan bayaran premium. Karyawan
berhak atas minimal 24 jam istirahat secara berturut-turut untuk setiap periode
tujuh hari (Baroroh, 2011).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penjabaran Kasus
Kasus Nike sudah bukan rahasia umum lagi, berbagai
demo terkait dengan ketidakpuasan buruh terhadap manajemen Nike terus bergulir
sejak pertengahan 2011 lalu. Berita ini menyebar hampir diseluruh media, dan
akhirnya membawa-bawa nama pemerintah Indonesia yang dianggap tutup mata
tentang kasus ini. Sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang
dibentuk tahun 2000, Team Sweat, ikut turun tangan mengatasi masalah ini. Team
Sweat dibentuk untuk melakukan koalisi internasional antar pekerja Nike demi
mempertahankan hak mereka sebagai pekerja, terutama pekerja harus dibayar
dengan upah yang sesuai.
Salah satu masalah yang mereka soroti adalah kasus
kontraktor Nike di Karawang, Jawa Barat, PT Chang Shin (PT CS). Perusahaan ini
telah memproduksi Nike selama satu tahun, produk Nike yang mereka produksi ada
dua jenis yaitu untuk running shoes dan sepatu anak-anak. Seorang
pekerja mereka Pak Karyana terpilih menjadi pimpinan serikat pekerja di PT CS,
namun tidak ada fasilitas apapun yang diterima Pak Karyana untuk memimpin
serikat pekerja di sana. Pak Karyana menjadi target intimidasi oleh manajemen
perusahaan.Akibat tingkah laku Pak Karyana yang selalu mengkritisi isu-isu
pekerja di PT CS membuat manajemen mengambil sikap untuk membubarkan serikat
pekerja. Pak Karyana juga diancam oleh manajer disana, Pak Sutikno, dan
dituntut dengan Pasal 158 Poin E. Pak Karyana masih terus diintimidasi sampai
sekarang (Keady, 2011).
Kasus Nike berikutnya datang dari PT Hardaya Aneka
Shoes Industri (HASI) dan PT Naga Sakti Paramashoes (NASA). NASA dan HASI
adalah dua pabrik yang selama
ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike
memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai
14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan
kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir
tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada
tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan
performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh
lebih kecil dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan
Nike terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk
akal. Ibu Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah
sangat memenuhi permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi
karena kualitas buruk (Anonim, 2011).
Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara
sepihak, keluhan tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat.
Pou Chen Group, sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang
telah diambil Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja
mereka mengatakan bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan
hak-hak pekerja. Ia pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol
sepatu. Pekerja bingung harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka
akan terus disiksa, namun jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan
dipecat dengan tidak hormat.
Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang
didominasi oleh perempuan. Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan
barak untuk menginap. Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga
lengannya terluka, bahkan sampai berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan
tersebut, tanpa pertimbangan apapun akan langsung dipecat.
Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara,
pabrik Nike yang juga memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja
menjemur 6 orang pekerja perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka
gagal menyelesaikan target 60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan.
Ketika 6 perempuan tersebut menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah
terik matahari, mereka kembali diijinkan untuk bekerja. Supervisor PT Amara
sebenarnya telah mendapatkan surat peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa
tersebut. Namun kasus yang sama terus berulang (Megasari, 2011).
Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran
jam kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:
a. 50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang
ditentukan oleh Code of Conduct.
b. 25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7
hari dalam seminggu.
c. 25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihi
jam kerja yang diatur secara hukum.
d. 25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak
bekerja lembur.
Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para
buruh yang tidak sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh
Nike. Gaji sebulan dari buruh pabrik HASI (tidak termasuk lembur) yang sudah
bekerja selama 10 tahun sebesar Rp 900.000,- atau sama dengan $97,8 (dengan
kurs Rp 9.200/ $1) yang berarti mereka hanya mendapatkan RP 30.000,-/harinya
atau setara dengan $ 3,3. Dengan pendapatan harian sebesar $3,3 terebut mereka
bisa membuat sejumlah sepatu Nike yang dijual oleh pabrik ke Nike di kisaran
$11-$20. Sedangkan untuk satu pasang sepatu Nike bisa dijual seharga $60 (Rp
552.000,-). Berdasarkan gambaran tersebut, Nike sudah dipastikan tidak
menghargai buruh dengan sepantasnya. Mengingat dengan gaji Rp 900.000,-/bulan
bagi buruh pabrik yang tinggal di Tangerang adalah jauh dari cukup karena harga
kebutuhan maupun ongkos transportasi semakin meningkat.
Sepasang sepatu Nike bisa berharga lebih dari 100
dollar AS. Nike jelas mampu mengeruk uang dalam jumlah yang sangat besar.
Bahkan Nike mampu membayar Michael Jordan sebesar 20 juta dollar per tahun
untuk membantu menciptakan citra Nike. Demikian pula Andre Agassi yang bisa
memperoleh 100 juta dollar untuk kontrak iklan selama 10 tahun. Sementara itu
bos dan dedengkot Nike Inc, Philip H. Knight, mengantongi gaji dan bonus
sebesar 864.583 dollar dan 787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum
termasuk stok Nike sebesar 4,5 biliun dollar. Dari harga sepatu sekitar 100
dollar AS tersebut, hanya sekitar 2,46 dollar per hari yang disisihkan untuk
buruh di Indonesia. Itupun dihitung sebelum ada krisis moneter. Sementara buruh
di Vietnam hanya menerima 1 dollar Fakta yang terjadi di lapangan sangatlah
berbeda dengan standar panduan kebijakan. Tidak ada fakta yang berpihak pada
kaum buruh. Tuntutan buruh Nike kepada PT Nike Indonesia untuk membayar
pesangon juga menjadi isu bisnis sejak tahun 2007 lalu. Buruh meminta kontrak
dilanjutkan atau Nike harus membayar pesangon kepada pekerja yang telah
membesarkan Nike di Indonesia selama 18 tahun. Pihak Nike tidak kalah bukti
dengan HASI dan NASA, Nike mengatakan bahwa memang produksi Nike di HASI dan
NASA sudah tidak lagi memenuhi standar yang berlaku, bahkan sering terlambat
untuk mengantarkan produk jadi ke distributor tertentu. Nike mengaku hanya akan
memutuskan kontrak dengan HASI dan NASA namun tetap bekerja sama dengan pabrik
lain di Indonesia (Ferdianto, 2007).
Akhirnya di awal tahun 2012 ini, Dilansir dari harian Washington
Post, Kamis 12 Januari 2012, pembayaran lembur dari Nike akan dimulai awal
bulan depan. Menurut Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang mewakili 4.500 pekerja
PT Nikomas, pabrik pembuat sepatu Nike di Banten, Nike tidak membayar upah
600.000 jam lembur selama dua tahun.
Bambang Wirahyoso, ketua SPN, mengatakan bahwa uang
lembur sebesar US$1 juta diperoleh setelah melakukan negosiasi selama 11 bulan.
Jumlah ini pun menurutnya masih terlalu kecil dibandingkan apa yang dialami
pekerja di Nikomas selama 18 tahun. Kendati demikian, Bambang memberikan opini
bahwa kasus ini akan menjadi cambuk pagi pergerakan pekerja Indonesia.
Perusahaan Nike dalam pernyataannya mengatakan akan melakukan koreksi kinerja
dalam kesejahteraan pekerja. Nike juga akan menawarkan program pelatihan dan
membentuk gugus tugas untuk menampung aspirasi pekerja. Nike mendukung
pabrik-pabrik dalam rencana aksi mereka dan upaya mengoreksi kekurangan pada
kebijakan yang ada untuk melindungi hak-hak pekerja. Nike akan terus memonitor
dan mendukung upaya serikat pekerja untuk memperbaiki keadaan (Pratama, 2012).
3.2 Pembahasan
Kasus Nike di Indonesia sangat terkait dengan masalah
manajemen sumber daya manusia. Nike telah melaggar beberapa aturan dalam
serikat buruh, melihat dari kasus yang telah dijabarkan di atas, dapat
disimpulkan kesalahan manajemen Nike adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada keadilan kinerja untuk pekerja.
2) Tidak ada reward apapun yang diterima pekerja setelah
menjalankan tugasnya.
3) Perusahaan tidak memfasilitasi karyawan ketika ingin
berorganisasi melalui serikat pekerja.
4) Manajer tidak menghargai hak-hak pekerja untuk
menerima uang lembur, mendapatkan hari libur, dan diperlakukan selayaknya
manusia.
5) Manajer cenderung memaksa pekerja memenuhi target
produksi, tanpa memberikan fasilitas yang memadai.
6) Perusahaan tidak memotivasi karyawan bekerja dengan
baik, tapi cenderung mengancam.
7) Perusahaan tidak pernah mendengar keluhan dan aspirasi
pekerja.
8) Pekerja merasa terancam dan terpaksa bekerja karena
takut menerima upah lebih rendah lagi.
9) Upah yang diterima pekerja dibawah standar hidup
layak, padahal mereka bekerja di atas jam kerja normal.
10) Nike memperkerjakan banyak anak dibawah umur, demi
meningkatkan kapasitas produksi dengan harga murah.
11) Pekerja akan menerima hukuman jika menolak lembur.
12) Pekerja wanita yang berasal dari Jawa lebih diutamakan
karena upah lebih rendah.
Gambar 4. Diagram Komposisi Pegawai di Nike Indonesia
Semua kesalahan ini akan berdampak buruk bagi
perusahaan baik itu dalam jangka waktu pendek atau panjang. Berikut
akibat-akibat yang mungkin diterima perusahaan:
1. Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan menurun
berkelanjutan.
2. Pekerja tidak loyal pada perusahaan dan dengan cara
apapun berharap perusahaan bangkrut.
3. Pekerja akan beralih dengan cepat saat ditawarkan
pekerjaan dengan tingkat upah lebih tinggi.
4. Pekerja sangat perhitungan pada perusahaan, dan
cenderung malas bekerja jika tidak sesuai dengan job description mereka.
5. Konflik kecil internal akan menyulut kemarahan pekerja
dan terjadi demonstrasi besar-besaran.
6. Pekerja cenderung membolos kerja jika ada peluang.
7. Seperti yang telah terjadi pihak penanam modal (Nike Internasional)
akan memutuskan kontrak kerja karena kualitas menurun.
8. Terjadi demo besar-besaran saat pekerja menemukan NGO
yang mampu menerima aspirasi mereka.
9. Pekerja merasa jalan kekerasan lebih baik daripada
duduk berdikusi dengan damai.
10. Efek jangka panjangnya akan mempengaruhi kesan penanam
modal asing di Indonesia, jika kinerja Indonesia buruk maka penanam modal
enggan menginvestasikan dana mereka.
Ketidakpuasan dan pemberontakan pekerja semakin
menjadi karena tidak adanya keadilan dalam pembayaran upah. Celakanya kebijakan
pemerintah yang berlaku dirasa memang sengaja memberlakukan upah rendah demi
menarik investor asing. Pelaksanaan upah minimum regional tidak pernah berjalan
lancar di Indonesia. Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh
pemahaman yang tidak terlalu sama mengenai konsepsi tentang upah baik di
kalangan buruh maupun pengusaha. Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak
pemberi upah memang siap dengan konsep upah yang memadukan antara kompensasi
terhadap kerja yang dilakukan oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha
untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh. Pada kalangan serikat buruh koridor
permasalahan upah yang menonjol adalah yang berkaitan dengan peraturan dan
pelaksanaan uah minimum sembari tidak banyak mempersoalkan hakikat dan konsep
upah. Perspektif hak buruh terhadap upah bersifat dominan dan oleh karenanya
setiap tindakan pengusaha yang dianggap menyalahi peraturan pengupahan yang
menjamin hak buruh akan menimbulkan aksi industrial.
Masalah tentang pekerja dan upah di para kontraktor
Nike ini memiliki efek lingkaran bagi keseluruhan sistem bisnis Indonesia. Jika
terjadi kesalahan manajemen pada satu bagian dalam rantai pasok maka akan
berdampak buruk bagi keseluruhan sistem. Seperti yang telah dijabarkan di atas,
manajemen SDM harus mengikuti 3 tujuan, tujuan individu (personal), tujuan
organisasi, dan tujuan nasional. Ketika Nike tidak berani investasi di
Indonesia, maka secara otomatis berpengaruh pada citra Indonesia di mata dunia.
Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki jumlah penduduk tinggi. Investor
berharap dengan membuka pabrik di Indonesia, mampu mereduksi biaya produksi,
dan keuntungan perusahaan bertambah. Ironisnya hal ini terbalik dengan apa yang
dirasakan pekerja. Pekerja merasa upah mnimum yang telah diberlakukan sekarang
masih jauh dari layak. Pekerja berharap upah mereka ditingkatkan, tapi ketika
upah ditingkatkan kalangan penngusaha akan protes karena dirasa memberatkan
mereka.
Gambar 5. Diagram hubungan kasus Nike di Indonesia
Kekerasan yang terjadi dalam pabrik ketika pegawai
tidak mampu memenuhi target produksi semata-mata dilakukan untuk mempertahankan
kinerja pabrik tersebut. Kualitas SDM Indoneia yang memnag masih rendah membuat
pabrik harus memperlakukan pekerja mereka dengan keras. Jika sampai kualitas
menurun maka resiko terbesarnya adalah pemutusan kontrak. Hanya dari
perpanjangan kontrak ini lah pabrik-pabrik yang hidup dari investor asing mampu
bertahan. Sangat wajar jika penanam modal menarik modal ketika pabrik tidak
mampu mempertahankan kualitas.
Hukum di Indonesia juga menyatakan bahwa seharusnya
pesangon dibayarkan oleh kontraktor Indonesia (HASI dan NASA) yang
memperkerjakan para pegawai, bukan Nike selaku pembeli produk. Pengaturan upah
lembur juga secara resmi berada di tangan kontraktor, namun aturan resminya
berasal dari Nike. Posisi pekerja semakin lemah saat pihak kontraktor secara
tidak langsung dikekang oleh target dari Nike.
Sisi pekerja juga sebenarnya tidak sepenuhnya salah,
sudah sepantasnya pekerja menerima hak mereka. Keterbatasan sumber daya dari
pihak kontraktor melatarbelakangi upah rendah. Usut punya usut dinyatakan bahwa
harga beli oleh Nike terlalu rendah, sehingga ruang bergerak kontraktor untuk
bermain dana juga sangat terbatas. Standar minimum upah yang diberlakukan oleh
pemerintah dan berbagai aturan lain dari pemerintah juga tetap harus dipenuhi
oleh kontraktor dan Nike Indonesia, ini juga menjadi kendala dalam manajemen
SDM mereka.
3.3 Manajemen Sumber Daya Manusia
Melihat kasus Nike di Indonesia, ada beberapa hal yang
seharusnya dilakukan 4 pemain besar dalam kasus ini, terutama yang terkait
dengan manajemen sumber daya manusia. Kontraktor Indonesia tidak dapat bergerak
bebas karena terkait oleh Nike Internasional, dimana semua langkah diatur dalam
peraturan pemerintah Indonesia. Sedikit saja terjadi kesimpangsiuran maka yang
dipertaruhkan adalah nasib pekerja dan keunggulan kompetitif bangsa di mata
dunia.
Manajemen SDM yang baik diperlukan dalam kasus ini,
sehingga semua stakeholders dapat terintegrasi dengan baik dan berhasil
meraih tujuan bersama. Kerjasama yang baik anatar pemerintah, NGO, pekerja, dan
kontraktor dapat memperkuat posisi pekerja di mata Nike Internasional. Nike
membutuhkan Indonesia sebagai lahan produksi murah, Indonesia membutuhkan Nike
untuk memperluas lapangan pekerjaan, dan pekerja membutuhkan kontraktor
(produsen) sebagai tempat bekerja. Langkah-langkah yang dapat dilakukan (tanpa
mempertimbangkan unsur politis) adalah sebagai berikut:
Ø Pemerintah
·
Perkuat prinsip
pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
·
Permudah
peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor bisa masuk dengan
mudah.
·
Perbaiki moral
pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan.
·
Tinjau ulang upah
minimum regional untuk pekerja.
·
Audit dilakukan
secara annual ke setiap perusahaan asing di Indonesia.
·
Ciptakan tenaga
kerja yang terampil dengan pelatihan.
·
Berikan pemahaman
pada pekerja, bahwa pemerintah akan melindungi gerakan mereka, sejauh itu
sesuai dengan peraturan.
Ø Kontraktor
(Produsen)
·
Tegakkan
peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan baik dan benar.
·
Lakukan mediasi
dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang memberatkan.
·
Buat serikat
pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari penanam modal yang sama.
·
Hindari hukuman
fisik dengan pekerja, lakukan jika memang pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan
fisik.
·
Berikan pelatihan
dan pemberian motivasi untuk menguatkan hubungan kekeluargaan anatara pekerja
dan perusahaan.
·
Jangan kalah
dengan ancaman perusahaan asing, karena sesuangguhnya mereka juga membutuhkan
Indonesia.
·
Berikan upah
sesuai dengan aturan, tanpa memanadang pekerja lokal atau pekerja asing.
·
Perkuat hubungan
dengan NGO dan serikat pekerja nasional.
·
Berikan reward
yang sesuai jika pekerja melakukan pekerjaan dengan baik dibanding standar
yang berlaku.
Ø Non-Governmental
Organization (NGO)
·
Fasilitasi
pekerja untuk menyampaikan aspirasi mereka.
·
Lindungi hak-hak
pekerja melalui jalan kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan.
·
Berikan fasilitas
agar pekerja dapat sharing dengan pekerja dari industri asing lain.
·
Berikan
pengetahuan bagi pekerja tentang kedudukan mereka sebagai pekerja di perusahaan
asing.
·
Berikan pemahaman
bahwa perusahaan (kontraktor) tempat mereka bekerja juga dituntut target oleh
perusahaan asing pusat.
Ø Pekerja
·
Beranikan diri
untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam perusahaan melalui NGO terkait.
·
Bekerja dengan
loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan.
·
Jika memang sudah
tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka lebih baik keluar.
·
Gunakan jalan
damai, sebelum melakukan aksi industrial.
·
Pererat ikatan
antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event diluar rutinitas
pekerjaan.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
1. Kasus Nike terjadi karena pekerja merasakan banyak
ketidakadilan, terutama terkait dengan upah yang rendah, pekerja di bawah umur,
uang lembur yang tidak dibayar, pesangon yang terancam tidak dibayar, jam kerja
melebihi jam kerja normal, larangan secara tidak langsung untuk berserikat, dan
kekerasan fisik yang kerap kali terjadi.
2. Pemerintah memang menerapkan upah yang rendah untuk
buruh, hal ini dilandasi oleh alasan: kualitas pekerja memang masih rendah,
jumlah pengangguran banyak, dan memperkuat keunggulan kompetitif bangsa sebagai
tempat investasi yang dapat mereduksi biaya produksi.
3. Perlu ada manajemen sumber daya yang baik antara
pemerintah, kontraktor (produsen), NGO, dan pekerja untuk mencapai target dan
memenuhi peraturan dari perusahaan asing penanam modal. Namun harus tetap
dikritisi jika terdapat peraturan yang memberatkan pihak lokal.
4.2 Saran
1. Peningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat
diperlukan disamping kuantitas yang besar.
2. Komunikasi antara seluruh stakeholders merupakan
kunci kesuksesan utama.
DAFTAR PUSTAKA
ü Anonim. 2011. Profil Perusahaan Nike, Inc.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nike,_Inc. [8 Februari 2012]
ü Anonim. 2011. Blak-Blakan Hartati Murdaya.
ü http://www.detiknews.com/read/2007/07/25/090007/809095/158/nike-nggak-usah-banyak-cingcong [7 Februari 2012]
ü Baroroh F. 2012. Lemahnya Proteksi Pemerintah Terhadap
Buruh Nike Indonesia.
ü http://fitribaroroh.blogdetik.com/2012/02/02/lemahnya-proteksi-pemerintah-terhadap-buruh-nike-indonesia/ [6 Februari 2012]
ü Ferdianto R, Gunanto ES, Sutarto, Agoeng W. 2007. Nike
Dituntut Bayar Pesangon.
ü http://www.tempo.co/read/news/2007/07/17/056103830/Nike-Dituntut-Bayar-Pesangon. [6 Februari 2012]
ü Keady J. 2011. Detail Kasus yang Baru Kita Menangkan
Atas Pabrik PT Chang Shin di Indonesia.
ü Megasari D. 2011. Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan
Buruh di Indonesia.
ü http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadapi.Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia. [6 Februari 2012]
ü Parwiyanto H. 2007. Perencanaan Sumber Daya Manusia.
ü herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/.../perencanaan-sumber-daya-manusia.doc [6 Februari 2012]
ü Pratama
D. 2012. Nike Akhirnya Bayar Lembur Ribuan Pekerja RI.